Wednesday, March 14, 2012

Count Me Away Before You Sleep - Chapter 3

Title:Wear Me Out
Author: Me
Characters: Sarah, Alice, Alice's Grandma
Rating: NC-17
Length: 1007 words
Summary: She had been back to her ordinary world and find out to know why she could feel her reality dream. Since Alice had it from her grandma, so let's see we we could know about.
Author's Note: Disarankan untuk membaca ini sambil mendengarkan The Ballad Of Monalisa. I don't know why, but it works on me. Ini udah berusaha banget supaya tidak terdengar klise, mudah-mudahan yang baca juga merasa begitu :-)

Read, review, comment!







                “Apa?”
                “Ngapain lo make celana dan kaos begituan?”
                Apa maksud Alice?
                “Gue di mana ini?”
                “Elo kenapa sih? Kayak gak pernah tinggal di rumah sendiri aja.”
                Cuma mimpi. Untung banget ini cuma mimpi. Sarah masih di kamarnya, masih ada sleeping bag bersamanya, tidak berada di dalam kamar Kara yang kalau diceritakan Alice tidak akan memercayainya lagi, dan…
                Kenapa dia tidak memakai piyamanya lagi? Ia tidak pernah mempunyai outfit itu.
                “Kenapa gue pakai T-shirt dan jeans?”
                “Itu yang gue coba minta jelasin ke elo dari tadi! Elo ngapain aja semalam? Sleepwalking?”
                “Alice, coba lo ceritain lagi tentang kalung ini.”
                “Hah?” Alice pun bingung.
                “Kayaknya ini kalung bener-bener gak beres deh.”
                “Kenapa?”
                Sarah hanya bisa diam. Mana mungkin ia akan menceritakannya pada Alice. Yang ada palingan dia akan dimaki habis-habisan dan kemungkinan terbesar, putus dengannya. Mungkin terlihat klise tapi hanya Alicelah satu-satunya sahabat yang ia miliki. Tidak mungkin dia harus menjadi forever alone.
                “Apa lo mimpi aneh lagi semalam?” Tanya Alice.
                “Enggak kok, enggak!” sergah Sarah. “Kalungnya sih manjur, cumin gue perlu nanya lebih lanjut deh tentang kalung ini. Nenek lo masih hidup, kan? ”
                “Sialan lo Sarah. Ya masih, lah!”
                “Oke. Habis beres-beres, kita ke rumah nenek lo.”

                “Nenek lo paranormal ya?” Tanya Sarah kepada Alice, seusai mereka pergi ke rumah Alice dan sekarang berada di tempat tongkrongan favorit mereka, Starbucks.
                “Enak aja ya lo ngomong. Enggak lah! Emang ada apa, sih?”
                “Gak, gak ada.”
                Sarah tidak ingin menceritakannya. Ia telah bertanya kepada nenek Alice saat ia bertamu sebentar ke rumah Alice.
                “Nek, boleh saya tanya sesuatu tentang kalung ini?” tanya Sarah diam-diam ketika Alice pergi untuk mengambil minuman untuk dia dan neneknya.
                “Ya, kalung itu memang sangat spesial. Kamu mau tanya apa, Nak?” ujar neneknya yang seketika tertegun melihat kalung yang berada di lehernya Sarah itu. Muka nenek itu sedikit mengkerut.
                “Nenek kan pernah pakai kalung ini karena sering mimpi yang aneh-aneh kalau saya dengar dari Alice. Nenek ngerasain apa sih saat tidur dengan kalung ini?” Sarah tidak sabar untuk mengetahui jawabannya, jadi tanpa sungkan ia langsung menanyakannya.
                “Ya sekarang tidur Nenek semakin nyenyak aja. Tidak ada lagi mimpi yang begituan.”
                “Yakin Nenek tidak ada hal-hal aneh yang terjadi? Seperti memasuki dunia mimpi yang nyata begitu?”
                Nenek itu diam sebentar. Apa anak ini mengalaminya juga? batinnya. Matanya seperti mengendap-endap ke sana ke mari, seperti tidak ingin seorang pun mengetahui rahasianya.
                “Lebih baik kamu ikut ke kamar nenek saja. Nenek mau tunjukin kamu sesuatu.”
                Sarah pun menyetujuinya. Sepanjang perjalanan ke kamar Nenek Alice, ia merasa agak aneh dengan sikap nenek itu. Sejak ia pertama bertemu nenek ini kelihatannya ia sangat ceria seperti cucunya, namun ketika melihat kalung yang digunakan Sarah, dia seperti menyembunyikan sesuatu yang mesti tidak ada yang mengetahuinya.
                Sarah memasuki kamar neneknya yang sederhana namun simple sekali, tidak seperti kamar-kamar nenek-nenek pada umumnya. Bisa dibilang nenek ini cukup gaul. Kamar bercat krem, hiasan kupu-kupu di sekeliling ruangan, dan banyak sekali ornament-ornamen tipikal Victorian style. Jujur, selera nenek ini mengalahkan dirinya.
                Masih mendecak kagum atas kamar nenek sahabatnya ini, Sarah dipanggil oleh orang yang memiliki kamar tersebut.
                “Coba kamu ke sini. Sepertinya ini bisa menjelaskan pertanyaan kamu,Nak.”
                Sarah diberikan sebuah kotak, tepatnya peti, berwarna cokelat kehitaman yang tidak mengkilap lagi karena diselimuti debu. Nenek itu memberikan kunci dari gelangnya, dan membuka kotak tersebut. Astaga. Nenek Alice benar-benar gaul. Kunci pun dapat disulap menjadi aksesoris.
                Isinya adalah sebuah jam saku yang terkenal pada awal abad 19. Berlapiskan emas, jam itu seperti liontin. Kiranya buatan Belanda saat mereka menjajah Indonesia, dan ternyata bukan. Ini ialah barang asli dari London, dengan tanda tangan yang terukir di depan cover jam tersebut.
                “Cantik banget, Nek.” Sarah tidak dapat menemukan kata yang lebih baik daripada itu.
                “Nenek juga pernah mengalami seperti yang kamu rasakan semalam.”
                Sarah pun bingung, sekaligus terkejut. Maksudnya? Apa nenek ini pernah…
                “Ya, Nenek pernah tidur dengan kalung itu, dan ketika Nenek terbangun nenek tiba-tiba sudah ada di taman indah yang dikelilingi pagar. Tiba-tiba seseorang membangunkan nenek, memberi tempat inap karena nenek sendiri juga tidak tahu nenek saat itu berada di mana dan bagaimana caranya supaya bisa pulang. Esok harinya, nenek diajak jalan-jalan oleh orang itu dan dia memberikan jam itu ke nenek. Malam harinya, nenek tidur lagi dan tiba-tiba udah ada di kamar nenek lagi. Kirain semua itu cuma mimpi, sampai nenek ketemu jam ini di saku baju nenek.”
                Sarah tidak dapat berkata apa-apa lagi. Kalung ini semakin misterius. Hening semakin mendalam dan hanya ada suara burung berkicau yang terdengar. Setelah mengumpulkan keberaniannya, ia ingin menanyakan sesuatu kepada nenek yang rupanya mengalami nasib yang sama dengannya.
                “Nek, siapa orang yang temuin nenek di taman i..”
                “Loh? Kalian ada di sini?”
                Sarah dan nenek itu terkejut. Sejak kapan Alice berada di kamar ini?
                “Kamu sejak kapan ada di sini, Alice?”
                “Barusan kok, Nek. Tadi Alice mau ngasih minuman untuk Nenek sama Sarah eh rupanya ada di sini. Nenek ngapain aja sama Sarah?”
                “Enggak kok. Cuma tadi gue mau lihat-lihat kamar nenek lo aja. Kenapa lo enggak cerita sama gue kalau nenek lo itu keren abis?”

                Sarah tidak habis pikir tiap kali memandang kalung berlian yang diikat oleh tali berwarna cokelat itu. Memang sangat cantik, namun juga misterius sampai-sampai ia dapat merasakan impian yang belum pernah ia rasakan, dan mimpi yang paling normal dan tidak masuk akal yang pernah ia impikan.
                Alice tidak lagi menginap di rumahnya. Kesan kosong telah menghinggapi kamarnya saat ini. Andai saja ia punya saudara. Tapi ia tidak menyesal untuk itu kali ini. Ia butuh istirahat. Hari ini banyak sekali pertanyaan yang belum sempat dituangkan hingga ia terlalu lelah untuk memikirkannya lagi.
                Sarah memutuskan untuk tidur saja. Daripada capek-capek mengurus kalung dan pakaian yang ia simpan rapi-rapi di dalam lemarinya, lebih baik istirahat. Besok ujian telah menanti.
                Ia mengambil selimutnya dan menggenggam kalung itu. Kali ini ia berdoa dengan sekuat-kuatnya semoga ia dapat menemui orang itu di dalam mimpi nyatanya. Atau tidak. Entahlah. Mimpi yang menjadi kenyataan itu rupanya pahit-pahit manis.
                Malam semakin sunyi. Kantuk pun telah terasa.
                Ia mencoba menutup matanya untk kesian kali.
                Seketika badannya tidak pernah merasakan dingin yang terlalu membeku seperti saat ini.

No comments:

Post a Comment