Monday, March 12, 2012

Count Me Away Before You Sleep - Chapter 1

Title: Can't Take The Kid For The Fight?
Author: Fiha (ME!)
Characters: Sarah, Alice.
Rating: PG-13
Length: 868 words
Summary: A girl named Sarah and her best friend Alice are having a sleepover. Sarah is a weird kid, she loves to dream awkwardly everyday, until Alice is mad at it and giving her some charm. Let's see what happens next.
Author's Note: Hello! Seneng banget akhirnya bisa nulis ff juga *jazzhands*. Mungkin cerita ini lebih aneh daripada yang biasanya, atau sedikit bosan, or whatever. But still, Indonesian and get twisted a bit English. Makasih banget buat Yunnita sama Lestari yang udah nanya-nanya ff. Loveya! Ini karena lagi libur makanya jadi punya kesempata buat selesaiin, and finally I have my own way for spending this holiday. Furthermore...

Enjoy!
 P.S.: Don't forget to comment, ok? I wanna know your point and pros and cons and all of them, just tell me! :-)



                
                       “Alice, Alice! Gue pengen cerita banget, nih!”
                “Apaan lagi sih?” seru yang dipanggil sambil menutup bukunya. Dia tidak mengerti dengan sahabatnya yang satu ini yang sangat susah ditebak. Dan imajinasi yang terlalu tinggi.
                “Sumpah, mimpi gue aneh banget semalem!”
                Tuh, kan?
                “Kemarin lo mimpi dikejar Lady Gaga yang berubah menjadi monster beneran karena dia kesurupan di tengah konser yang lo tonton dan seekor kelinci raksasa bantuin lo untuk kabur dari konsernya. Hari ini apalagi?”
                “Oke, tidak seabsurd kemarin.” Yang ditanya mengernyitkan alisnya. “Tapi lebih seru daripada mimpi yang pernah gue ceritain semuanya deh!”
                Alice terdiam. Kata-kata itu ialah ungkapan yang paling umum yang telah didengarnya selama 3 tahun sejak pertama kali mengenalnya di saat MOS. Walaupun sahabatnya ini sangat perhatian, baik, dan tidak pernah pelit untuk memberikan jawaban kapanpun ini, dia cukup bosan untuk mendengar semua isi mimpinya yang sebagian besar sangatlah tidak masuk akal.
                “Apa mimpi lo lebih normal?”
                “Tidak.”
                “Apa ini tentang artis lagi?”
                “Bisa dibilang begitu.”
                “Apa ada bantuan dari teman imajinasi lo?”
                Yang ditanya diam sebentar. “…Iya.”
                “Dan gue gak mau denger cerita itu.”
                “Yah, Alice. Sama siapa lagi gue bisa ungkapin semua perasaan gue yang selalu terpendam di tengah gelapnya malam dan tidak berdaya ini?” bujuknya sambil mengimutkan matanya yang dominan dan sangat cantik. Koreksi, tercantik di sekolah ini.
                “Oke. Gue nyerah. Nah, ayo sekarang cerita sebelum ula…”                
                Dan bel pun berbunyi. Seperti biasa, ulangan kimia tidak akan pernah semudah yang dikira. Untung masih ada 15 menit untuk belajar karena biasanya ulangan dimulai 20 menit setelah bel tanda masuk dibunyikan.
                “Lo udah belajar konsep elektrositas?”
                “Belum.”
                Bohong besar. Setiap kali dia bilang belum, pasti nilainya selalu bagus. Anehnya, dia tidak pernah berbohong dalam hal belajar. Ya ampun, batin Alice. Sarah benar-benar anak yang aneh.


                Bel tanda pulang telah berbunyi. Seperti hari-hari Jumat sebelumnya, Sarah dan Alice pasti akan menginap di salah satu rumah mereka. Kali ini di rumah Sarah. Dengan mobil Alice, mereka berdua tanpa pikir panjang lagi pergi menjauhi sekolah yang telah memberikan ulangan yang lebih kejam daripada sebelumnya. Setelah mengunjungi Starbucks dan Baskin Robbins untuk menenangkan pikiran mereka (jangan tanya berapa penghasilan mereka), dengan melesat mobil Alice telah tiba di rumah tingkat dua yang cukup sederhana namun sangatlah klasik.
                “Rumah lo selalu rapi, padahal orang tua lo pada pergi ke London.” seru Alice.
                “Ah, enggak juga. Gue dari dulu sering disuruh beres-beres rumah sama nyokap gue. Mungkin kebiasaan?”
                Setiba di rumah, mereka segera mengganti seragam mereka dengan piyama, mengambil potato chips dan beberapa DVD di ruang tamu, dan menyisakan makanan mereka saat berada di mal.
                Film minggu ini bertema romantis. Entah kenapa Alice sepertinya ingin mendapatkan cowok baru setelah putus dari pacarnya beberapa minggu yang lalu dengan melampiaskannya dengan film romantic yang sebagian besar dari Asia ini. Sarah sebenarnya tidak terlalu masalah dengan genre film apapun yang dia tonton, namun lama-kelamaan dia bosan juga karena setelah 5 film berturut-berturut isinya hanya romantisme saja dan hanya Alice yang menikmati film-film itu sambil menghabiskan persediaan tisu di kamarnya.
                “Oh ya, Alice. Gue belum sempat cerita, kan?”
                “Cerita apaan?” Tanya Alice sambil mengusap matanya dengan tisu.
                “Itu loh. Mimpi gue semalam.”
                Oke. Cukup dengan semua ini, pikir Alice. Ia harus menemukan cara apapun untuk menghentikan mimpi anehnya ini. Demi Tuhan dia itu sebentar lagi akan lulus dan memasuki tahun kuliah! Saatnya stop kepada imajinasi dan kembali ke dunia nyata.
                “Oke Sarah. Sepertinya penyakit mimpi lo udah akut ini.”
                “Akut? Maksudnya?”
                “Iya. Lo sadar gak udah 3 tahun loh elo ngalamin mimpi aneh kayak gini.”
                “Serius?”
                “Iya. Kayaknya lo harus pakai ini deh.” Seru Alice sambil menunjukkan kalung berwarna coklat yang sangat cantik dan menghiasi permata berwarna biru.
                Sebenarnya Alice juga tidak percaya dengan mitos dan semacamnya. Namun apa boleh buat, ia tidak ingin mendengar cerita sahabatnya yang lebih aneh lagi sebelum ia akan memasuki tahap kegilaan yang memuncak karena imagination overdose.
                “Jangan bilang lo percaya dengan mitos dan kepercayaan seperti ini,”
                “Ini bukan jimat!” sergah Alice. “Ini kalung milik keluarga gue. Nenek gue juga pernah ngalamin mimpi kayak lo, setelah pakai kalung ini dia gak pernah ngalamin mimpi-mimpi yang tidak pernah masuk di akal. Seperti dongeng di cerita lo sehari-hari.”
                Sarah menjadi bingung. Baru kali ini temannya benar-benar mengeluh dan mencarikan solusinya untuk menghilangkan penyakitnya. Dia bahkan tidak tahu bahwa mimpinya itu termasuk sebuah penyakit atau kelainan.
                “Oke. Sini kalungnya.”

                Pukul 23.00. Ketika dua orang remaja tidak tahan menahan kantuknya dan memutuskan untuk tidur dengan sleeping bag masing-masing.
                “Serius ini kalung bakal bikin gue gak bisa mimpi?” Tanya Sarah dengan cemas.
                “Coba aja dulu. Kalau itu gagal, gue gak tahu lagi mau pakai cara apa.”
                Sarah hanya diam saja mendengar jawaban sahabatnya. Dia berusaha memejamkan matanya .
                Satu jam.
                Dua jam.
                Dia tidak bisa tidur. Matanya seperti enggan mengkonfirmasi permintaan dirinya yang lelah dan ingin cepat-cepat tidur dan merasakan efek kalung itu. Namun sepertinya gagal. Seperti ini ya cara kerjanya? Jelek banget.
                “Alice?”
                “Hm?”
                “Lo belum tidur?”
                “Rencananya. Tapi gak bisa juga. Kenapa lo manggil gue?”
                “Gue juga gak bisa tidur. Masak kayak gini kerja kalung ini ?”
                “Yaudah, gue ambil susu dulu di kulkas. Mungkin bisa buat lo ngantuk.” Jawab Alice sambil ia bangkit dan menuju dapur.
                Sepeninggal Alice, Sarah pun mencoba memejamkan matanya…              
                Tiba-tiba ada sepotong cahaya yang mencoba menembus matanya.
                “Hello?”

No comments:

Post a Comment