the truth is, i don't wanna publish this chapter. why? because this is the galau-est (for me, i don't know about you), the longest chapter ever. also, the P!ATD themselves will go to Jakarta on September 20th in GBK. anticlimax. but my friends always reminding me about it. "do you continue your fan fiction?" "how's about Keri and Brendon" and other blablabla... thanks to you all for reminding me to publish this story. i love you and really appreciate it.
summary? um, well.. it's about Brendon and Keri having a date together (if you don't know about it, go read from chapter 1 first! :p ), and there's also lyrics from P!ATD itself, such as When The Day Met The Night, Northern Downpour, and Karma Police (i love their cover when they were in Denver 2006. Masterpiece!). as usual, read and review, don't forget to comment! i love you and will always do ;)
apersonwhowantsalotofmoneyandpermissionfromparentstogotojakartaon20thofseptember,
Chapter 8 – Beneath Guitar and Piano
Brendon’s POV
She was marvelous. Baru
saja aku mengajarnya berdansa, dia dapat mengikutiku. And now she almost in my hug, because of this
dance. How lucky I am! Aku mencoba menatap matanya, her beautiful eyes who
confused to me. I don’t know what disturbs her, tetapi yang pasti aku termasuk
dalam kebingungannya.
The song was over, but we couldn’t stop to dance, even we don’t improve
our dance! Aku terjebak dengan gerakan ini, and I stuck with her face. I just
want to see this face like forever! Namun sepertinya dia capek dengan dansa
ini. Mukanya terlihat sedikit lelah.
Aku menyuruhnya dia duduk di kursi yang di sampingnya terdapat gitar
akustik. Lalu aku duduk di dekat piano. I wanna play something for her.
“any request from you?”
Dia terlihat memikir. “could you play Karma Police from Radiohead? I
actually love the song and the cover by you,” ujarnya sambil malu-malu. Her
childish face!
“well, anything you want. Before that, thanks.”
“Thanks for what?” dia terlihat gugup lagi. Apa dia masih canggung
menghadapiku?
“for loving my cover,”
Dia membunyikan huruf O, tanpa suara.
Keri’s POV
Aku memintanya menyanyikan lagu Karma Police, karena dia sungguh menawan
membawakan lagu itu. Aku selalu mendengarkan lagu tersebut di saat aku sedang
buntu dalam berpikir. Bisa
dibilang, suara Brendon dapat menjernihkan pikiranku, kecuali beberapa hari
terakhir. Termasuk saat ini juga.
Dia mulai memainkan jarinya di atas pianonya. Sebenarnya pembukaan lagu itu
sedikit menyeramkan, namun aku sangat suka Brendon membawakannya. Sungguh perasaan tenang menjalari
badanku yang kaku.
Karma police, arrest
this man
He talks his myths
He buzzes like a
fridge
He’s like a detuned radio
Karma police, arrest
this girl
Her Hitler hairdo is
Making me feeling ill
And we have crashed her party
Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku, pendengaranku, dan pemikiranku
kepada vokalis yang selalu dapat menghipnotisku! Setelah dia sudah lama tidak
membawakan Karma Police, akhirnya aku dapat mendengarnya kembali membawakan
lagu ini, bahkan khusus untukku seorang! Tanpa sadar aku mengikutinya
bernyanyi, walaupun bagi aku itu termasuk berbisik.
This is what you get
This is what you get
This is what you get, when you mess with us
Karma Police
I’ve given all I can
It’s not enough
I’ve given all I can
But we’re still on the payroll
This is what you get
This is what you get
This is what you get, when you mess with us
Ekspresi Brendon terlihat sangat alami. Tidak ada kebohongan belaka,
atau penipuan sedikitpun. Dia adalah dia. Brendon Urie yang sedang kulihat
sekarang bukan superstar yang dapat berbohong dengan hanya seulas senyuman,
tetapi manusia yang sangat berbakat yang sedang memainkan pianonya dengan penuh
penghayatan. Aku tidak dapat mengelakkan mataku terhadap mukanya yang semakin
lama semakin memerah lantaran dia bernyanyi dengan serius.
For a minute there, I
lost myself, I lost myself
And for a minute
there, I lost myself, I lost myself
Well I’m afraid that
I..
Well I’m afraid that
I..
Well I’m afraid that I lost myself, lost myself
Aku tidak tahan lagi untuk berdiri, bertepuk tangan, dan mengucapkan
selamat dan terima kasih, karena dia telah mengabulkan permintaanku, lebih dari
yang aku pikirkan. Seharusnya dia mendapatkan penghargaan yang lebih dari ini.
“that was incredible! I don’t know how many times I got fascinated from
this song, and you made it perfect!” ujarku yang lebih cerewet daripada
presenter TV yang sering dihadapi Brendon, but I don’t care.
“thank you.” Katanya sambil mengambil red wine di meja makan kami. Baru
satu lagu saja dia sudah seperti kesetanan begini. Berarti selama dia tour dia
kerasukan setan yang lebih parah lagi. Aku tidak dapat membayangkan betapa
capeknya Brendon pada saat dia menyelesaikan konsernya.
“well, your welcome. You deserve better than my words.”
“if you say so, why don’t you play that guitar for me?”
Apa? Apa aku tidak salah dengar? Aku, seorang musisi yang tidak punya
pengalaman dan masih amatiran ini harus bermain gitar di depan seorang maestro
musik yang pandai memainkan delapan alat musik? Ini pasti hanya lelucon belaka.
Haruslah Brendon bercanda, kan?
“you must be joking, aren’t you?”
“of course I’m not, since when I’m joking for music things? Besides, I
wanna hear your plays too, so we could..” dia terdiam sejenak.
“could what?” tanyaku. Kenapa perkataan dia terpotong begitu?
“Never mind,” ujarnya. “so, do you want to play this for me?”
Matilah aku. Aku memang bisa bermain gitar, namun hanya sebatas teman
teman sekolahku yang tahu. Dan aku hanya dipakai untuk acara-acara di sekolah
dan di kalangan teman kantor papaku. Aku tidak punya keberanian yang cukup
untuk bermain di depan sang Brendon Boyd Urie!
“what? No way, you will judging me!”
“no, I’m not. Who said that?”
“but I can’t,”
“oh come on. You told me you can play guitar in minutes ago. I just
wanna watch you. That’s it,”
“and mocking me,”
“no, Keri!” serunya. “I promise I will not judging you, making fun of
you, mocking you, or whatever you said it. I just wanna see how you play your
guitar. Or maybe I can improve your skills.”
Aku sedikit terdiam mendengar penjelasan Brendon. Apakah ini yang
namanya kesempatan emas? Diajar dengan ahlinya langsung dari luar negeri tanpa
biaya? Tunggu. Apakah dia akan meminta uang nantinya?
“wait a sec. If I take some lesson from you, you will not take it back
with some cash, will you?”
“of course not, dufus!” sergahnya tertawa. Aku baru sadar kalau
pertanyaanku yang terakhir terlihat konyol, namun cukup masuk akal. Jika aku
diminta biaya latihan gitar darinya, bisa-bisa aku malah tidak dapat pulang ke
Batam. Aku hanya dapat memainkan kakiku di lantai.
“would you play it for me? Please?” pinta Brendon dengan membesarkan
mata cokelatnya, seperti anak kecil yang meminta dibelikan mobil-mobilan. Ya
ampun, berapa usia orang ini?
Aku menyerah. Karena aku yakin, jika aku masih tetap menolak, dia pasti
akan lebih brutal lagi memohonnya, seperti tatapan mautnya yang membuatku
hampir pingsan. Mendingan aku layanin saja. Akhirnya aku mengambil gitar
berwarna peach, entah kenapa aku baru melihat ada gitar yang senada dengan
dressku saat ini, terutama peach. Aneh sekali, darimana dia mendapatkan ini
semua?
“okay,” ujarku sambil mengeluarkan napas yang masih berat ini, “what
songs do you want to hear?”
“how many songs that you’ve mastered?”
“hmm, I could play all of your songs, from A Fever You Can’t Sweat Out,
Pretty Odd, until Vices and Virtues.”
“wow, you are our biggest fans. You’re cool!”
Aku hanya dapat tertawa mendengarnya. “thanks. So, which song should I
play? Your request?”
“how about Northern Downpour?”
“fine with me.”
Untung saja dia minta Northern Downpour. Kalau sampai Brendon minta lagu
seperti Camisado atau But It’s Better If You do, bisa capek aku. Namun kurasa
dia sengaja meminta lagu itu. Pasalnya, itu adalah lagu termudah untuk
dibawakan, karena lagunya sendiri telah akustik. Aku mencocokkan senarnya,
sambil mengingat urutan chordnya. Hmm, intronya F dan Bb. Aku mengambil pick
gitar yang terselip di antara fret gitarnya, dan mulai memainkannya. Baru saja
selesai intro, aku melihat ke arah Brendon dengan harapan penuh.
“good?” tanyaku.
“yeah, keep going,” dia menyemangatiku.
Aku bermain lagi. Tampaknya aku harus menyanyikan liriknya. Tidak
mungkin aku hanya memainkan intronya saja tanpa bernyanyi. Yah, mudah-mudahan
dia tidak tersinggung kalau aku menyanyikan lagunya dengan buruk.
Brendon’s POV
Her plays is so good! Dia seperti profesional saat dia pertama kali
memegang gitar itu. I knew she’s a good guitarist, but I never knew that she also
has a good voice! She actual can sing! Dia menyanyikan Northern Downpour, dan
suaranya menunjukkan bakat terpendamnya. I wish I could give her some time in
the concert.
If all our life is but
a dream
Fantastic posing greed
That we should feed
our jewelry to the sea
For diamonds do appear
to be
Just like broken glass to me
Aku mulai memainkan pianoku setelah “Just like broken glass to me”. Dan
akhirnya, kami berdua duet. Dia bermain gitar dan menjadi lead vocal, and let me
be the pianist minus vocalist.
And then she said she
can’t believe
Genius only comes
along
In storms of fabled
foreign tongues
Tripping eyes, and
flooded lungs
Northern downpour sends its love
Kami akhirnya nyanyi bersama pada saat bagian reff-nya. It really is my
best part.
Hey moon, please
forget to fall down
Hey moon, don’t you go
down
Sugarcane in the easy
mornin’
Weathervanes my one and lonely
Kali ini, dia memintaku untuk bernyanyi di part kedua. I don’t know why,
but I think she was so shy for her angelic voice. Actually, you are the good
musician, and the cute singer too. So, what are you shy for, doll?
The ink is running
toward the page
It’s chasin’ off the
page
Look back at boat feet
And that winding knee
I missed your skin
when you were east
You clicked your heels and wished for me
Through playful lips
made of yarn
That fragile Capricorn
Unraveled worlds like
moths upon old scarves
I know the world’s a
broken bone
But melt your
headaches, call it home
Aku menyanyikan dua bait lagu itu
sambil meliriknya. Maybe she doesn’t know it, that’s okay. I don’t ask her to
know. Let the time flow as her mind.
Hey moon, please
forget to fall down
Hey moon, don’t you go
down
Sugarcane in the easy
mornin’
Weathervanes my one and lonely
Aku mulai memainkan pianoku kembali setelah lirik tersebut, dan ingin
berduet kembali dengan permainan gitarnya Keri. She really has a taste in
music. Kami mengakhiri lagu itu dengan duet kami berdua.
“you really have a very good sense in guitar!” seruku.
“am i? well, thanks. That was a good duet,” balasnya sambil tersipu
malu.
“Another one? How about When The Day Met The Night?” that was my
favorite song.
“what? Again?”
“yeah, do you have some problem with that?”
“actually no, but why do you want me so much?”
“you have a talent in music! And I mean pure talent,” jawabku sambil
memegang tangannya. Mukanya semakin memerah, and I think me neither. Aku
membersihkan tenggorokanku yang dari tadi selalu berkelit setiap kali aku
berbicara dengan Keri.
“so, what do you say? Play it now?”
“okay okay,” dia menyerah sambil ketawa lepas. That laugh laughs me.
“ready? When I start to sing, you play it.” Seruku memberi aba-aba.
Dia mengangguk. Aku memberi intro pertama, then here it goes.
When the moon fall in
love with the sun
All was golden in the
sky
All was golden when the day met the night
When the sun found the
moon
She was drinking tea
in a garden
Under the green
umbrella tree
In the middle of summer
When the moon found
the sun
He looked like he was
barely hanging on
But her eyes saved his
life
In the middle of summer
Aku sangat menghayati lagu ini. It’s written by Ryan for his girl at
that time. Waktu itu dia sangat tergila-gila dengan cewek yang tangannya pernah
dipatahkan oleh Ryan sendiri. Cewek itu juga sangat jago dalam bermusik, dan
Ryan pun menyanyikan lagu ini untuknya. Now it’s my turn to sing this song to
another talented cute girl.
Seperti gadis yang
melihatku dengan serius saat ini.
Keri’s POV
Aku rasa seorang peri telah menaburkan pixie dustnya padaku. Aku tidak
dapat melihat apapun selain Brendon! Aku sepertinya telah disihir dengan
makhluk di sekitar Brendon. Kenapa aku tidak dapat mengalihkan mataku darinya?
Aku merasakan hal yang lebih, lebih dari seorang fans kepada idolanya.
Aku tidak sadar aku memainkan lagu When The Day Met The Night dengan
gitarku. Aku memainkannya tanpa konsentrasi, namun tidak ada satupun kesalahan
yang aku perbuat! Aneh sekali. Aku pun mulai mengikuti suara Brendon.
In the middle of
summer
All was golden in the
sky
All was golden when
the day met the night
Summer
All was golden in the
sky
All was golden when the day met the night
Dan sekarang giliran Brendon yang melihat aku dengan serius. Dia
memperhatikanku hingga aku tidak dapat berkonsentrasi sama sekali! Dia
tersenyum padaku, dan hampir saja aku terjatuh hanya karena satu simpul
senyumnya. Sungguh bodoh aku ini!
So he said “would it
be alright
If we just sat and
talked for a little while
If in exchange for
your time
I give you this smile?”
So she said, “That’s
okay
As long as you canmake
a promise
Not to break my little
heart,
Or leave me all alone in the summer,”
Well, he was just
hanging around
Then he fell in love,
and he didn’t know how
But he couldn’t get
out
Just hanging around, then he fell in love
Ini semakin aneh. Brendon terus melihatku sejak dia bernyanyi “well he
was just hanging aroud”! Apakah itu artinya dia suka padaku? Sudahlah Keri,
jangan ngaco. Tidak mungkin dia suka dengan aku, cewek yang tiga tahun lebih
mudah dari dia, yang masih mencari jati diri! Mustahil kalau dia, vokalis
Panic! At The Disco suka dengan cewek yang masih labil seperti aku!
In the middle of
summer
All was golden in the
sky
All was golden when
the day met the night
Summer
All was golden in the
sky
All was golden when the day met the night
Ingin rasanya aku selesai memainkan lagu yang menyesakkan dada ini, dan
segera pergi ke kamarku! Aku hampir tidak tahan dengan degupan jantungku yang
seirama dengan permainan pianonya. Dan sekarang lagunya telah selesai
dimainkan, namun tidak dengan tatapannya padaku! Aku ingin berdiri dan meminta
izin untuk kembali ke kamar.
“well, Brendon, it is pretty awesome,”
“it is, sweetheart,”
Sebentar. Apakah tadi dia bilang ‘sweetheart’? Untuk siapa?
“wait, did you just said ‘sweetheart’? For who?”
Dia malah terdiam. Rasanya
spasi suara ini sangat mengganggu! Aku tidak kuat menghadapi cobaan ini. Tuhan,
tolonglah aku.
Dia menutup pianonya, lalu berdiri menghadapku. Aku tidak tahu lagi apa yang diinginkan cowok
ini. Dia berjalan beberapa langkah, dan diam di tempat. Aku tidak dapat
menolong apapun selain meletakkan gitarku ke lantai, dan berbalik memandangnya
kembali. Tanpa aba-aba, dia memegang tanganku, dan menarikku ke arahnya. Kenapa
aku malah menurut saja?
Dia memegang kedua pipiku yang semakin panas, then miracle things
happen. He pressed his lips on mine. Aku tidak dapat berpikir! Apakah ini cuma
mimpi? His lips crash on mine. Is this called making out? Panas dan dingin
dapat dia campur adukkan menjadi satu. Untungnya, inilah yang dapat aku rasakan
sekarang.
No comments:
Post a Comment