Monday, August 8, 2011

Starstruck in The Awkward Way (Chapter 8 - Beneath Guitar and Piano)

a lot of boring, a lot of homework (well no, actually we had not too much homework like twitter people yelled about. they're too much stress about it.), and now i am waiting for downloading Panic! At The Disco Live In Denver 2006. in FULL. how cool is that?

the truth is, i don't wanna publish this chapter. why? because this is the galau-est (for me, i don't know about you), the longest chapter ever. also, the P!ATD themselves will go to Jakarta on September 20th in GBK. anticlimax. but my friends always reminding me about it. "do you continue your fan fiction?" "how's about Keri and Brendon" and other blablabla... thanks to you all for reminding me to publish this story. i love you and really appreciate it.

summary? um, well.. it's about Brendon and Keri having a date together (if you don't know about it, go read from chapter 1 first! :p ), and there's also lyrics from P!ATD itself, such as When The Day Met The Night, Northern Downpour, and Karma Police (i love their cover when they were in Denver 2006. Masterpiece!). as usual, read and review, don't forget to comment! i love you and will always do ;)


apersonwhowantsalotofmoneyandpermissionfromparentstogotojakartaon20thofseptember,







Chapter 8 – Beneath Guitar and Piano
Brendon’s POV
She was marvelous. Baru saja aku mengajarnya berdansa, dia dapat mengikutiku. And now she almost in my hug, because of this dance. How lucky I am! Aku mencoba menatap matanya, her beautiful eyes who confused to me. I don’t know what disturbs her, tetapi yang pasti aku termasuk dalam kebingungannya.
The song was over, but we couldn’t stop to dance, even we don’t improve our dance! Aku terjebak dengan gerakan ini, and I stuck with her face. I just want to see this face like forever! Namun sepertinya dia capek dengan dansa ini. Mukanya terlihat sedikit lelah.
Aku menyuruhnya dia duduk di kursi yang di sampingnya terdapat gitar akustik. Lalu aku duduk di dekat piano. I wanna play something for her.
“any request from you?”
Dia terlihat memikir. “could you play Karma Police from Radiohead? I actually love the song and the cover by you,” ujarnya sambil malu-malu. Her childish face!
“well, anything you want. Before that, thanks.”
“Thanks for what?” dia terlihat gugup lagi. Apa dia masih canggung menghadapiku?
“for loving my cover,”
Dia membunyikan huruf O, tanpa suara.

Keri’s POV
Aku memintanya menyanyikan lagu Karma Police, karena dia sungguh menawan membawakan lagu itu. Aku selalu mendengarkan lagu tersebut di saat aku sedang buntu dalam berpikir. Bisa dibilang, suara Brendon dapat menjernihkan pikiranku, kecuali beberapa hari terakhir. Termasuk saat ini juga.
Dia mulai memainkan jarinya di atas pianonya. Sebenarnya pembukaan lagu itu sedikit menyeramkan, namun aku sangat suka Brendon membawakannya. Sungguh perasaan tenang menjalari badanku yang kaku.

Karma police, arrest this man
He talks his myths
He buzzes like a fridge
He’s like a detuned radio

Karma police, arrest this girl
Her Hitler hairdo is
Making me feeling ill
And we have crashed her party

Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku, pendengaranku, dan pemikiranku kepada vokalis yang selalu dapat menghipnotisku! Setelah dia sudah lama tidak membawakan Karma Police, akhirnya aku dapat mendengarnya kembali membawakan lagu ini, bahkan khusus untukku seorang! Tanpa sadar aku mengikutinya bernyanyi, walaupun bagi aku itu termasuk berbisik.

This is what you get
This is what you get
This is what you get, when you mess with us

Karma Police
I’ve given all I can
It’s not enough
I’ve given all I can
But we’re still on the payroll

This is what you get
This is what you get
This is what you get, when you mess with us

Ekspresi Brendon terlihat sangat alami. Tidak ada kebohongan belaka, atau penipuan sedikitpun. Dia adalah dia. Brendon Urie yang sedang kulihat sekarang bukan superstar yang dapat berbohong dengan hanya seulas senyuman, tetapi manusia yang sangat berbakat yang sedang memainkan pianonya dengan penuh penghayatan. Aku tidak dapat mengelakkan mataku terhadap mukanya yang semakin lama semakin memerah lantaran dia bernyanyi dengan serius.

For a minute there, I lost myself, I lost myself
And for a minute there, I lost myself, I lost myself
Well I’m afraid that I..
Well I’m afraid that I..
Well I’m afraid that I lost myself, lost myself

Aku tidak tahan lagi untuk berdiri, bertepuk tangan, dan mengucapkan selamat dan terima kasih, karena dia telah mengabulkan permintaanku, lebih dari yang aku pikirkan. Seharusnya dia mendapatkan penghargaan yang lebih dari ini.
“that was incredible! I don’t know how many times I got fascinated from this song, and you made it perfect!” ujarku yang lebih cerewet daripada presenter TV yang sering dihadapi Brendon, but I don’t care.
“thank you.” Katanya sambil mengambil red wine di meja makan kami. Baru satu lagu saja dia sudah seperti kesetanan begini. Berarti selama dia tour dia kerasukan setan yang lebih parah lagi. Aku tidak dapat membayangkan betapa capeknya Brendon pada saat dia menyelesaikan konsernya.
“well, your welcome. You deserve better than my words.”
“if you say so, why don’t you play that guitar for me?”
Apa? Apa aku tidak salah dengar? Aku, seorang musisi yang tidak punya pengalaman dan masih amatiran ini harus bermain gitar di depan seorang maestro musik yang pandai memainkan delapan alat musik? Ini pasti hanya lelucon belaka. Haruslah Brendon bercanda, kan?
“you must be joking, aren’t you?”
“of course I’m not, since when I’m joking for music things? Besides, I wanna hear your plays too, so we could..” dia terdiam sejenak.
“could what?” tanyaku. Kenapa perkataan dia terpotong begitu?
“Never mind,” ujarnya. “so, do you want to play this for me?”
Matilah aku. Aku memang bisa bermain gitar, namun hanya sebatas teman teman sekolahku yang tahu. Dan aku hanya dipakai untuk acara-acara di sekolah dan di kalangan teman kantor papaku. Aku tidak punya keberanian yang cukup untuk bermain di depan sang Brendon Boyd Urie!
“what? No way, you will judging me!”
“no, I’m not. Who said that?”
“but I can’t,”
“oh come on. You told me you can play guitar in minutes ago. I just wanna watch you. That’s it,”
“and mocking me,”
“no, Keri!” serunya. “I promise I will not judging you, making fun of you, mocking you, or whatever you said it. I just wanna see how you play your guitar. Or maybe I can improve your skills.”
Aku sedikit terdiam mendengar penjelasan Brendon. Apakah ini yang namanya kesempatan emas? Diajar dengan ahlinya langsung dari luar negeri tanpa biaya? Tunggu. Apakah dia akan meminta uang nantinya?
“wait a sec. If I take some lesson from you, you will not take it back with some cash, will you?”
“of course not, dufus!” sergahnya tertawa. Aku baru sadar kalau pertanyaanku yang terakhir terlihat konyol, namun cukup masuk akal. Jika aku diminta biaya latihan gitar darinya, bisa-bisa aku malah tidak dapat pulang ke Batam. Aku hanya dapat memainkan kakiku di lantai.
“would you play it for me? Please?” pinta Brendon dengan membesarkan mata cokelatnya, seperti anak kecil yang meminta dibelikan mobil-mobilan. Ya ampun, berapa usia orang ini?
Aku menyerah. Karena aku yakin, jika aku masih tetap menolak, dia pasti akan lebih brutal lagi memohonnya, seperti tatapan mautnya yang membuatku hampir pingsan. Mendingan aku layanin saja. Akhirnya aku mengambil gitar berwarna peach, entah kenapa aku baru melihat ada gitar yang senada dengan dressku saat ini, terutama peach. Aneh sekali, darimana dia mendapatkan ini semua?
“okay,” ujarku sambil mengeluarkan napas yang masih berat ini, “what songs do you want to hear?”
“how many songs that you’ve mastered?”
“hmm, I could play all of your songs, from A Fever You Can’t Sweat Out, Pretty Odd, until Vices and Virtues.”
“wow, you are our biggest fans. You’re cool!”
Aku hanya dapat tertawa mendengarnya. “thanks. So, which song should I play? Your request?”
“how about Northern Downpour?”
“fine with me.”
Untung saja dia minta Northern Downpour. Kalau sampai Brendon minta lagu seperti Camisado atau But It’s Better If You do, bisa capek aku. Namun kurasa dia sengaja meminta lagu itu. Pasalnya, itu adalah lagu termudah untuk dibawakan, karena lagunya sendiri telah akustik. Aku mencocokkan senarnya, sambil mengingat urutan chordnya. Hmm, intronya F dan Bb. Aku mengambil pick gitar yang terselip di antara fret gitarnya, dan mulai memainkannya. Baru saja selesai intro, aku melihat ke arah Brendon dengan harapan penuh.
“good?” tanyaku.
“yeah, keep going,” dia menyemangatiku.
Aku bermain lagi. Tampaknya aku harus menyanyikan liriknya. Tidak mungkin aku hanya memainkan intronya saja tanpa bernyanyi. Yah, mudah-mudahan dia tidak tersinggung kalau aku menyanyikan lagunya dengan buruk.

Brendon’s POV
Her plays is so good! Dia seperti profesional saat dia pertama kali memegang gitar itu. I knew she’s a good guitarist, but I never knew that she also has a good voice! She actual can sing! Dia menyanyikan Northern Downpour, dan suaranya menunjukkan bakat terpendamnya. I wish I could give her some time in the concert.

If all our life is but a dream
Fantastic posing greed
That we should feed our jewelry to the sea
For diamonds do appear to be
Just like broken glass to me

Aku mulai memainkan pianoku setelah “Just like broken glass to me”. Dan akhirnya, kami berdua duet. Dia bermain gitar dan menjadi lead vocal, and let me be the pianist minus vocalist.

And then she said she can’t believe
Genius only comes along
In storms of fabled foreign tongues
Tripping eyes, and flooded lungs
Northern downpour sends its love

Kami akhirnya nyanyi bersama pada saat bagian reff-nya. It really is my best part.

Hey moon, please forget to fall down
Hey moon, don’t you go down
Sugarcane in the easy mornin’
Weathervanes my one and lonely

Kali ini, dia memintaku untuk bernyanyi di part kedua. I don’t know why, but I think she was so shy for her angelic voice. Actually, you are the good musician, and the cute singer too. So, what are you shy for, doll?

The ink is running toward the page
It’s chasin’ off the page
Look back at boat feet
And that winding knee
I missed your skin when you were east
You clicked your heels and wished for me

Through playful lips made of yarn
That fragile Capricorn
Unraveled worlds like moths upon old scarves
I know the world’s a broken bone
But melt your headaches, call it home
Aku menyanyikan dua bait lagu itu sambil meliriknya. Maybe she doesn’t know it, that’s okay. I don’t ask her to know. Let the time flow as her mind.

Hey moon, please forget to fall down
Hey moon, don’t you go down
Sugarcane in the easy mornin’
Weathervanes my one and lonely

Aku mulai memainkan pianoku kembali setelah lirik tersebut, dan ingin berduet kembali dengan permainan gitarnya Keri. She really has a taste in music. Kami mengakhiri lagu itu dengan duet kami berdua.
“you really have a very good sense in guitar!” seruku.
“am i? well, thanks. That was a good duet,” balasnya sambil tersipu malu.
“Another one? How about When The Day Met The Night?” that was my favorite song.
“what? Again?”
“yeah, do you have some problem with that?”
“actually no, but why do you want me so much?”
“you have a talent in music! And I mean pure talent,” jawabku sambil memegang tangannya. Mukanya semakin memerah, and I think me neither. Aku membersihkan tenggorokanku yang dari tadi selalu berkelit setiap kali aku berbicara dengan Keri.
“so, what do you say? Play it now?”
“okay okay,” dia menyerah sambil ketawa lepas. That laugh laughs me.
“ready? When I start to sing, you play it.” Seruku memberi aba-aba.
Dia mengangguk. Aku memberi intro pertama, then here it goes.
When the moon fall in love with the sun
All was golden in the sky
All was golden when the day met the night
When the sun found the moon
She was drinking tea in a garden
Under the green umbrella tree
In the middle of summer

When the moon found the sun
He looked like he was barely hanging on
But her eyes saved his life
In the middle of summer

Aku sangat menghayati lagu ini. It’s written by Ryan for his girl at that time. Waktu itu dia sangat tergila-gila dengan cewek yang tangannya pernah dipatahkan oleh Ryan sendiri. Cewek itu juga sangat jago dalam bermusik, dan Ryan pun menyanyikan lagu ini untuknya. Now it’s my turn to sing this song to another talented cute girl.
Seperti gadis yang melihatku dengan serius saat ini.


Keri’s POV
Aku rasa seorang peri telah menaburkan pixie dustnya padaku. Aku tidak dapat melihat apapun selain Brendon! Aku sepertinya telah disihir dengan makhluk di sekitar Brendon. Kenapa aku tidak dapat mengalihkan mataku darinya? Aku merasakan hal yang lebih, lebih dari seorang fans kepada idolanya.
Aku tidak sadar aku memainkan lagu When The Day Met The Night dengan gitarku. Aku memainkannya tanpa konsentrasi, namun tidak ada satupun kesalahan yang aku perbuat! Aneh sekali. Aku pun mulai mengikuti suara Brendon.

In the middle of summer
All was golden in the sky
All was golden when the day met the night
Summer
All was golden in the sky
All was golden when the day met the night

Dan sekarang giliran Brendon yang melihat aku dengan serius. Dia memperhatikanku hingga aku tidak dapat berkonsentrasi sama sekali! Dia tersenyum padaku, dan hampir saja aku terjatuh hanya karena satu simpul senyumnya. Sungguh bodoh aku ini!

So he said “would it be alright
If we just sat and talked for a little while
If in exchange for your time
I give you this smile?”

So she said, “That’s okay
As long as you canmake a promise
Not to break my little heart,
Or leave me all alone in the summer,”

Well, he was just hanging around
Then he fell in love, and he didn’t know how
But he couldn’t get out
Just hanging around, then he fell in love

Ini semakin aneh. Brendon terus melihatku sejak dia bernyanyi “well he was just hanging aroud”! Apakah itu artinya dia suka padaku? Sudahlah Keri, jangan ngaco. Tidak mungkin dia suka dengan aku, cewek yang tiga tahun lebih mudah dari dia, yang masih mencari jati diri! Mustahil kalau dia, vokalis Panic! At The Disco suka dengan cewek yang masih labil seperti aku!

In the middle of summer
All was golden in the sky
All was golden when the day met the night
Summer
All was golden in the sky
All was golden when the day met the night

Ingin rasanya aku selesai memainkan lagu yang menyesakkan dada ini, dan segera pergi ke kamarku! Aku hampir tidak tahan dengan degupan jantungku yang seirama dengan permainan pianonya. Dan sekarang lagunya telah selesai dimainkan, namun tidak dengan tatapannya padaku! Aku ingin berdiri dan meminta izin untuk kembali ke kamar.
“well, Brendon, it is pretty awesome,”
“it is, sweetheart,”
Sebentar. Apakah tadi dia bilang ‘sweetheart’? Untuk siapa?
“wait, did you just said ‘sweetheart’? For who?”
Dia malah terdiam. Rasanya spasi suara ini sangat mengganggu! Aku tidak kuat menghadapi cobaan ini. Tuhan, tolonglah aku.
Dia menutup pianonya, lalu berdiri menghadapku. Aku tidak tahu lagi apa yang diinginkan cowok ini. Dia berjalan beberapa langkah, dan diam di tempat. Aku tidak dapat menolong apapun selain meletakkan gitarku ke lantai, dan berbalik memandangnya kembali. Tanpa aba-aba, dia memegang tanganku, dan menarikku ke arahnya. Kenapa aku malah menurut saja?
Dia memegang kedua pipiku yang semakin panas, then miracle things happen. He pressed his lips on mine. Aku tidak dapat berpikir! Apakah ini cuma mimpi? His lips crash on mine. Is this called making out? Panas dan dingin dapat dia campur adukkan menjadi satu. Untungnya, inilah yang dapat aku rasakan sekarang.

No comments:

Post a Comment