that's new from me. if you wanna know more (or not), maybe later. i can't open my laptop too often anymore. yeah, SMANSA makes us, the freshman(s), working so hard to get the score and blablabla i actually don't care at all. we were there for 8 hours, 8 FULL hours. then when i got home i went to my bedroom. i closed my eyes and when i opened it, who knows that the time was already 5 AM. insane.
too much? okay okay alriiiiiiight. i will not talking about mine anymore. as you can see, i've already write this story more than 10k words! it's like more than 20 pages! this is bizarre, but i love it. so, the summary is about Keri and Brendon went all over Jakarta (awww..) and come back again for something. curious? read this! oh yeah, don't forget read and review. comment box is always open, guys! enjoy :)
xxx,
Chapter 6 – When The Day Met The
Night
Brendon’s POV
Aku menunggu Keri sekitar 10 menit di ruang tunggu di lobi. Quite fast,
dan aku melihat Keri turun dengan sangat santai. She was like.. wow. Mini dress
with jeans, with a necklace and cute hat, she was so beautiful to me. Even, the
most beautiful girl I’ve ever seen nowadays. Maybe it’s too over, but it is the
truth. She does making her face up, but I don’t see it too much. She’s perfect
to me with that look.
“how do I look?” tanyanya dengan malu malu. Girl, you’re perfect, just perfect until I don’t wanna let you go.
“you look very beautiful,” ujarku jujur. Hard to say it, but it’s true.
Dia tersenyum malu, and it’s so fascinating. Seperti waktu dapat pause untuk sementara. I don’t wanna let this to end. She
hypnotized me.
“okay then” jawabnya pelan. “shall we go now?”
“I thought you’ll never ask”.
Pergi bersama Keri memang sangat menyenangkan! Kami tidak hanya makan siang, tapi keliling
Jakarta! Just as I hope like this morning. She made my dream come true! Kami
mencoba snack yang namanya Onde Onde, very chewy and so sweet. Dan dia sangat
menyukainya. Dia bahkan memesan empat bungkus untuk dimakan di hotel nantinya!
Is she freaky about this food or something?
“sorry, I just love this until I didn’t realized my stomach’s full.”
Sahutnya dengan tersenyum malu.
Kami makan di sebuah restoran tradisional. Too traditional. Dengan
hiasan sederhana, I love this place so much. Walaupun kebersihannya kurang, but
this restaurant is comfort. Makanannya juga murah – murah, sehingga tidak
terlalu menguras.
Setelah mengisi energy, kami berencana untuk menghabisinya. Ke mall,
taman bermain, pasar tradisional, kami benar-benar keliling Jakarta! Lalu dia
mengajakku ke Ancol, the beautiful place in Jakarta. Kami bermain di sana
hingga pukul sepuluh malam! We were playing roller coaster, visiting Doll
Castle, watching magic show, and attractive stuff, and that was hilarious.
Maybe I will not get this all come true if Keri wasn’t beside me.
Now’s ten thirty in the night. Actually it was too early to me to go
home. Tapi kelihatannya Keri sudah capek. I totally don’t want her to get sick
again. Dan aku mengantarnya pulang. Lebih tepat mengantarnya ke kamar hotelnya.
“wow, we’re out for more than six hours! It must be kidding, mustn’t
it?”
“It sure does, now I have to get you back to your room”
“you sound it worse than my mom, you know,” ujarnya dengan kesal.
Rupanya dia benci perintah. But her face was so cute. I totally wanna kiss her.
“come on little girl, just go home now” balasku dengan bercanda.
“aw, just for dinner, please? We didn’t have a dinner today”
Ah, benar juga. Kami menghabiskan waktu di Ancol dan melupakan makan
malam. Tapi, di mana kami dapat menemukan restoran jika seluruh kota hampir
tutup begini?
“okay, how about we go back to
our hotel and take some dinner in there?”
Dia terdiam dan berpikir. Apa gadis ini tidak mengenal kata capek? Apa
dia tidak mengerti dengan kondisi tubuhnya sekarang? Dia sangat keras kepala,
kurasa.
“all right, I give up. Let’s go now,” akhirnya dia pasrah. Come on,
don’t be sad.
Aku membiarkannya jalan duluan ke dalam mobil. Suddenly, I’ve got an
idea. Aku mencoba menyentuh pinggangnya dari belakang.
“OUCH‼” teriaknya. Wow. That girl yelling too loud. Berarti usahaku berhasil.
Aku hanya menyentuh pinggangnya dan dia berteriak. Good. Dia mudah untuk
digelitik.
“who’s tickling me? You, brendon?” Tanyanya yang sedikit marah.
“your idol, who else doofus?” aku menggelitiknya kembali. Oh it’s so
funny, dia bahkan tidak berhenti untuk tertawa. Aku sedikit menyeretnya ke dalam
mobil supaya tidak terjadi apa-apa nantinya, terutama tidak di dekat jalan.
“AHAHAHAHAHAHA, COME ON HAHHAHAHA STOP HAHAHHAHAHAA IT HAHAHAHAHA, ya
tuhan tolong brendon‼” serunya di balik ketawanya. Aku tidak terlalu mendengarkan kalimat
terakhirnya. Probably Indonesian or something. Aku terus menggelitikinya hingga
dia hampir mengeluarkan air matanya.
“why did you do that brendon?”
“to make you say ‘I’ll do whatever brendon urie want from me in no
doubt, and I love him so much’”
“NO WAY! Talk to my hand! Get over it” tampaknya dia belum menyerah.
“well, okay” aku melanjutkan untuk menggelitikinya kembali. This time,
harder and longer than before. Dan teriakannya lebih keras dan lebih memekakkan
terlinga. But her face.. gosh I heart that gorgeous.
“AHAHAHAHAHA OKAY OKAY I WILL SAY IT‼ AHAHAHAHA STOP IT AHAHAHAHAHA
PLEASE BRENDON STOP IT‼” teriaknya dengan sangat kencang. Her face turns red, and it was
lovable.
“well?”
“what? Now?”
“want this more?” tanyaku dengan menyiapkan kembali tanganku.
Keri melihat gerak gerik tanganku dan menyerah.
“okay!” cegahnya. “I’ll do whatever brendon urie want from me in no
doubt, and..”
“go on.”
“and…” dia terlihat ragu ragu. Mukanya lebih merah daripada sebelumnya. “..
andilovehimsomuch.” Dia mengucapkannya dalam satu kata yang cepat dan pelan.
“come again?”
“and.. I .. love .. him.. so.. much.” Ujarnya semakin pelan. Senyumku mengembang sangat lebar.
Lalu aku mempunyai ide lain yang lebih cemerlang.
Keri’s POV
Kenapa aku harus bertemu keanehan lagi dengannya? Dia menggelitiku tanpa
alasan, dan sekarang dia malah diam sendiri di dalam mobil. Ingin memecahkan
suasana, tapi takut juga dianggap lain. Aku harus bicara apa? Mukanya terlihat
sangat serius. Baru kali ini aku melihat seorang Brendon yang mukanya berlipat.
Biasanya dia selalu tampil di
kamera dengan senyuman, di manapun dia berada. Atau aku yang kurang informasi
tentang mereka.
Tiga puluh menit kemudian, akhirnya aku dapat keluar dari jeratan sepi ini.
Aku segera keluar dari mobil yang menyeramkan ini, walaupun sebenarnya terlihat
biasa saja. Saat aku
ingin mengucapkan terima kasih, aku merasa ada yang menahanku.
“why are you holding my hand?” tanyaku bingung. Sudah beberapa kali aku
dibuatnya bingung.
“um.. we will have some dinner in this restaurant, are we?”
“sure, why?”
“actually… oh never mind.” Ujarnya pelan. “shit,” gumamnya. Sepertinya
dia menyembunyikan sesuatu.
“you can tell me everything, I will be a good listener.”
“actually..” sahutnya pelan.
“can I go to my room for a sec? and I need you to go to your room too.”
Sambungnya.
“is that what you ask from the first time?”
“yeah. I need to take some shower. And I think you should get those
too.”
Oke. Ini sangat aneh. Kenapa dia memintaku ke kamarku dan mandi? Pasti ada
sesuatu di balik semua ini.
“okay, I will. But would you go to the restaurant after you ready?”
“I think I should ask you that.”
“well, really? Pretty odd, but alright. ” lebih baik aku menurutinya
saja. Mungkin dia menyiapkan satu hal.
“meet me in the restaurant for twenty minutes, okay?” pintanya sambil
mendekat padaku. Dan tubuhku mulai menunjukkan gejala bodohnya. Jantungku
berdetak semakin cepat, dan tanganku menjadi lebih dingin. Semakin dekat.. dan
sekarang jarakku dengannya hanya beberapa senti saja. Kakiku bergetaran, dan
selebihnya aku mematung. Kedua tangannya memegang wajahku dengan sangat lembut,
seakan aku ini boneka yang mudah rusak. Tangannya terasa sangat hangat, atau
itu hanya perasaanku saja, ataupun wajahku yang menjadi panas.
“I’ll waiting you, doll.” Bisiknya sambil mengecup keningku. Tidak lama
kemudian, dia segera melayang ke dalam hotel.
Setelah dia pergi, aku mencoba meraba keningku. Terasa lembut, dia
menciumku dengan penuh perasaan. Ya ampun, dan reaksiku hanya diam saja? Tentu!
Apa lagi yang akan kulakukan? Aku mengecek kembali kondisiku. Tanganku panas,
mukaku memerah, kakiku lemas hingga tidak dapat digerakkan. Tapi yang paling
menyiksa, jantungku seperti hanya dapat berdetak sekali saja.
No comments:
Post a Comment