Sunday, May 22, 2011

Starstruck in The Awkward Way (Chapter 1 - Jakarta's HOT)

Hello guys :D it's me again. the wonder girl who always have the goofy ideas, and doesn't know how to realize it. actually, i have a LOT of stories to tell you. from my school activities, my first time to go to the interview, how busy i am in this holiday, about my family and my friends, my future school after i graduate (please God, blast me!), and YES dear ladies and gentlemen, i almost forgot to post you iMusc on this may, and it's almost on June. sorry guys, but just keep your finger's crossed. i hope i can post you some another cool music.

but now, i wanna tell you about my plan for a month ago. did i ever told you about fan fiction? if you already read my previous post, you will get it. and this is the first fan fiction that i've ever made. it's still not finished yet, but i'm keep workin' at it. for a little summary, this is about a life of a girl who just graduate from high school who starstruck with Panic! At The Disco's Brendon Urie, and he crush at her. a little awkward and i think it's ordinary, for you who already read P!ATD's fan fictions. but, before i give this to ya, i signed this chapter to my friends first, because my class are freakies of stories, if you know what i mean. they are pro for stuffs like novels, short story, and others like that. fortunately, they took a positive comments with this. well, cures me and bustered me a lot.

enough of a chit chat, right? so, click here if you really wanna read about my first-time-ever fan fiction. it's called "Starstruck in Awkward Way". just remember. i use 2 languages, indonesian and english. so, if you don't understand a word, phrase, or even a pharagraph, use the translation, or print this then ask for your friend. :p
well, happy reading guys!!!


xoxo,





Chapter 1 - Jakarta’s HOT
Keri’s POV

“Kerii, ayo cepat! Nanti kita ketinggalan pesawat! Ayo cepetan!”
Mamaku berteriak, sebagai pembukaan dalam mengawali pagi yang sibuk.
“Iya ma, tunggu sebentar,” balasku dengan sedikit kesal.

Apa tidak dapat dipercepat lagi berangkatnya? Seharusnya aku masih dapat berduaan dengan kasur, kenapa harus dipisahkan coba? Bagaimanapun juga, barang-barang ini butuh tempat untuk membawanya.
Oke, pakaian, handphone, peralatan mandi, novel dan komik untuk penghilang bosan karena efek dari Ujian Nasional, iPod, dompet, semuanya sudah beres. Sekarang cukup aku tutup kamar ini, dan.. tunggu. Perasaan aku mulai tidak enak. Sepertinya ada yang hilang di sekitar sini.

Oh, iya! Tiket Panic! At The Disco-kuaku kan ke Jakarta untuk menonton mereka. Aduh, kok bias lupa begini? Akhirnya aku harus mengacak kembali kamarku yang telah kubersihkan sehari semalam. Tapi rupanya sia-sia saja. Aku menemukannya di dalam tasku.

Mama dan papa telah menunggu di dalam mobil depan rumah. Aku sangat beruntung memiliki orang tua seperti mereka, mau memberikan apa pun yang anak semata wayangnya inginkan (ya, dalam kasus ini aku yang dimaksud), termasuk menemaniku ke Jakarta untuk menonton konser dan menungguku yang sedang menyelesaikan aktivitasku, seperti yang kurasakan sekarang.

Sebagai gantinya, aku harus menyelesaikan sarapanku secepat kilat, menyambar susu dan roti dalam sekejap, dan berlari ke dalam mobil tanpa lupa mengunci pintu. Maklum, tidak ada yang menjaga rumah ini, karena para pembantu telah pulang ke kampong masing-masing.

Tidak terasa, tiga puluh menit aku telah berada di bandara Hang Nadim setelah melihat jalanan yang begitu sepi karena masih pagi. Jujur, baru kali ini aku melihat jalanan yang biasanya semrawut oleh kendaraan umum maupun pribadi bisa lengang seperti ini. Udaranya pun masih bersih, belum terkena karbon dioksida, karbon monoksida, dan sejenisnya. Tenang rasanya mengawali hari ini.

Aku mengutak-atik iPodku mendengarkan lagu-lagu Panic! At The Disco. Mulai dari album A Fever You Can’t Sweat Out, Pretty. Odd. Hingga Vices & Virtues, aku beli semuanya via iTunes. Walaupun mengeluarkan saku dengan sangat dalam, tapi itu sangatlah adil. Suara Brendon Boyd Urie sangat khas, dan membuat pikiranku sangat tenang. Dan petikan gitar Ryan Ross, tidak dapat dideskripsikan! Lirik-liriknya pun menginspirasi.

Pesawat sebentar lagi tinggal landas, dan rasanya tidak tahan aku mengatakan sesuatu. Sungguh, aku sangat ingin mengucapkannya semenjak mengetahui bahwa Panic! At The Disco akan mengadakan konsernya sehari sebelum Ujian Nasional, dan aku tidak sabar lagi untuk mengejanya lagi hari ini. Karena Ujian Nasional telah selesai, saatnya..

“I’M COMING PANIC AT THE DISCOWAIT FOR ME DUDES



Brendon’s POV
“yo, Brendon, wake up now, dude! We’ve gotta go to Jakarta now!”
Suara Spencer yang membangunkan, tetapi sebenarnya mengganggu awal hariku.
“Spencer, it’s five AM right? So I still have to go bed now” jawabku sambil menarik selimut kembali dengan nyaman.
“oh come on, just wake up now. And what the hell is five AM? It’s nine o’clock in the morning! The sunshine’s get brighter. See?” balas Spencer sambil membuka tirai jendela kamar hotel. Dasar pecinta matahari.
“ok, ok, I’m up now!” ujarku kesal sambil pergi ke kamar mandi. Aku berusaha mengumpulkan all of my souls, but it seems fail. Aku mengambil sikat gigi dengan malas, lalu giliran pasta gigi yang aku malaskan. Fos sure, I hate morning, and in fact, I’m not the morning person who got happy like a child having his new action figure.
Aku benci matahari yang menyengat otakku dan merebus mataku. Dan semalam aku bernyanyi di depan puluh ribuan orang. Walaupun aku terbiasa dengan kondisi ramai seperti itu, konser selama dua jam non stop sungguh melelahkan.
Yah, mungkin saja aku melimpahkan ini semua kepada dua temanku dari PATD. Ryan Ross and Jon Walker. Two best guitarist, bassist, and lyrics ever, leaving us for stupid reason : music genre. Aku tahu, seharusnya aku mendengarkan keinginan Ryan yang ingin membawakan music rock zaman sixties, but I have already give him a chance in Pretty. Odd. Bahkan di beberapa lagu dia menjadi penyanyi utamanya!
Apa jangan-jangan.. apa mereka bersekongkol?
Atau mereka telah merencanakan suatu rencana rahasia sejak Brent Wilson keluar?
Atau mereka sedang tidak senang dengan, kami, Spencer, atau aku?
Atau ada aliran yang mempengaruhi pikiran mereka dengan suatu alat aneh nan canggih dan membawa mereka ke Planet X sebagai pelayan alien tidak jelas itu? Okay, this is awkward.
Menyedihkan. Sambil menyikat gigi, aku memikirkan masa depan. Maksudku untuk seminggu ke depan. Nanti ke Jakarta, konferensi pers, konser, belanja, liburan, pantai, dan kembali pergi. Oh yeah, terakhir kali kami ke Indonesia ialah tiga tahun yang lalu, saat kami masih mempromosikan Pretty. Odd. Dan waktu itu masih ada Ryan dan Jon. Oh, Ryan.. why do you have to leave me?
Wait a minute. Why am I supposed remembering him again?  
Sekarang aku ingin menjadi cowok normal yang menyukai cewek. Tapi tetap saja, they are my, friends, even my first ever best friends that I have ever met since I was in high school.
Tanpa sadar, aku menghabiskan waktu satu jam hanya untuk menggosok gigi! Lebih baik aku membereskan semua daripada rombongan rebut denganku lagi. I hate it so much.
Setelah semuanya selesai, aku memasuki mobilku yang akan berangkat ke bandara dalam waktu lima belas menit. Man, I need to take a break..


Keri’s POV
“Jakarta panas banget ya, hampir mati rasanya di sini, gila!” gerutuku di tengah macetnya ibu kota negaraku yang sayangnya kurang begitu layak untuk dihuni. Bnjir, panas, serba cepat (yah, aku ini anak yang lamban), semuanya tidak cocok dengan aku. untung saja aku tinggal di Batam.
“Sabar ya, sayang, wajar ini kan ibu kota. Jadi wajar saja macet.” Ah, mamaku memang yang terbaik dalam mengatakan sesuatu. Bukan hanya itu, tapi semua yang aku inginkan, orang tuaku mengabulkan. Terima kasih atas segalanya, Ya Tuhan.
Di saat panasnya hari, anak kecil berbaju lusuh mengetuk pintu mobil, sekaligus mengetuk pintu pikiranku. Rupanya dia pedagang asongan cilik yang sangat imut. Ingin rasanya aku mencubit pipinya yang sangat imut.
“Minum kak..” anak itu berkata. Lebih kepada memohon.
“Mizone ya dek, dua,” balasku ceria.
Adik itu tersenyum lebar. Dengan cekatan, dia mengambil dua botol minuman berwarna biru dan memberikannya padaku.
“Nih kak, semuanya dua belas ribu,” nyengirnya lebar.
Aku mengambil dua puluh ribuan dari dalam dompetku dan menyerahkannya kepada pedagang asongan cilik yang pipinya sangat chubby ini.
“Ini dek, ambil saja kembaliannya,” aku tersenyum.
Pedagang itu senyumnya semakin lebar. Dia berteriak terima kasih dan berlari ke tepi jalan. Aduh, lucunya adik itu. Lagi pula, minumannya cukup murah. Dua botol saja cuman dua belas ribu. Tunggu. Dua belas, rasanya aku agak familiar dengan angka itu. Tetapi rasa itu hilang dalam sekejap, digantikan dengan degupan jantungku yang semakin cepat. Aku bingung dengan kondisiku. Lebih baik tanya mama saja.
“Ma, hari ini tanggal berapa?”
“Tanggal dua belas April. Memangnya kenapa, Keri?”
Sekarang dadaku semakin sesak. Jangan-jangan..
“AAH! Ulang tahun Brendon Urie! Ya ampun, kok bisa lupa sih?” ujarku setengah berteriak yang sukses mengejutkan mama dan papaku. Namun aku kurang peduli. Pikiranku terpusat pada satu hal, kadonya. Aku segera memeriksa barang bawaanku, mudah-mudahan aku membawanya. Namun sial, aku meninggalkannya. Kenapa bisa sebodoh ini?!
“Aduh, kadonya ketinggalan di rumah! Bagaimana nih nasibnya?” pasrahku.
Papa yang dari tadi hanya diam, akhirnya nagkat bicara. “Sudahlah, Keri. Jangan panik. Kan bias beli lagi. Untuk belinya, pakai kartu debit papa saja, ” ujar papa sambil memberikan kartunya padaku. Papaku memang papa yang paling baik sedunia! Aku menerimanya dengan senang, tapi sedikit tenang agar tidak dicurigai. Aku takut dikira berbohong. Untuk mengucapkan terima kasih, aku langsung memeluk papaku dari belakang dan mengecup pipinya. Orang tuaku memang yang paling sempurna.
“Dan Keri,” mama menyahutiku.
“Kali ini mama dan papa tidak bisa menemanimu menonton konser, karena ada kerjaan juga seminggu di Bekasi. Jadi ini kunci kamar hotelmu, sudah mama bayarin lunas, jadi kamu tidak perlu khawatir lagi pas check out nanti. kamu tidak takut sendirian, kan?” wejangan mamaku sembari memberikan kuncinya. Tidak henti-hentinya aku mengucapkan terima kasih. Mama dan papa paling mengerti aku.
Kami bertiga pergi ke Hotel Grand Indonesia hanya untuk meletakkan koperku ke dalam kamar, lalu mengantarku kembali ke Senayan City untuk membeli kado Brendon. Aku hanya diantar hingga ke pintu masuknya saja, tapi itu sudah lebih dari cukup bagiku. Sebelum berpisah, aku memeluk papa dan mamaku sebelum mereka pergi ke Bekasi. Aku sangat sayang orang tuaku.
Setelah mobilnya melaju pergi, aku memasuki mall yang telah dimasuki oleh beberapa artis dunia, termasuk Panic! At The Disco. Aku melihat-lihat dan window shopping untuk menentukan barang apa yang cocok sebagai kado Brendon. Pantas saja P!ATD senang berbelanja di sini. Semuanya ada! Mulai dari keperluan yang paling penting hingga barang yang hamper tidak ada gunanya sedikitpun. Hebat sekali.
Aku melewati took Toys ‘R Us. Ketika aku melewatinya, aku merasa tempat inilah yang menjawab pertanyaanku. Tentu, Brendon Urie ialah seorang vokalis band yang sangat childish, walaupun penampilannya sungguh dewasa. Namun, dia tetap suka bermain dengan mainan anak berumur tujuh tahun! Aku melihat-lihat mainan apa yang cocok untuk Brendon. Ketika aku berhenti di bagian Video Games, aku rasa aku tahu apa hadiah yang sempurna untuk Urie. Aku harap dia suka dengan kadoku..

Brendon’s POV
Damn I miss this town! Ceweknya cantik-cantik semua, terutama pramugari Indonesia, pelayanannya sempurna, makanannya yang enak, tidak heran aku merasa ada sesuatu yang tiba-tiba muncul, and I know, I really miss Indonesia.
Masih berada di bandara, aku, Spencer, Dallon dan Ian harus berpencar dan berpisah, karena fans di Indonesia hamper sama menyeramkan dengan Amerika. Lagi pula, kami hanya ingin beristirahat, hanya untuk hari ini. No autograph, no take a picture, no acting like a super star, nothing. Kami hanya ingin menjadi anak biasa yang bisa bermain kapan saja.
Aku memakai T-Shirt longgar kotak-kotak, celana kargo yang besar, kacamata coklat yang super keren, dan sepatu cokelat Converse. Walaupun kelihatannya aneh, tetapi aku suka dengan penampilan seperti ini. Mudah-mudahan tidak ada fans yang mengenali kami.
Thank God, no one recognized us. Para fans menunggu kami, tanpa sadar aku dan Spencer telah pergi ke mobil yang telah menjemput kami berdua. Hanya kami berdua, karena Dallon, Ian, dan kru yang lain telah pergi dengan bus mereka. I think our fans don’t recognize them, so they can walk like ordinary people to the bus, and heading to the hotel. Sungguh, ada rasa iri terhadap mereka juga.
“Hello, guys! Miss Jakarta so much?”
Yap, itu Adrie Subono, yang telah mengadakan konser kami di Indonesia, serta yang telah menjawab doa kami.
“We’re dying to go here again! But first, could we go to Senayan City again? We wanna play in the toy store like always!” ujar Spencer semangat dan disambut dengan anggukanku. Yeah, kami tidak bermain lagi semenjak promo album baru kami, Vices & Virtues.
Besides, kami menemukan mainan yang menarik di Indonesia. Adrie pun mengiyakan sambil tertawa, kemudian membawa Toyota Altis-nya ke arah Senayan City, tempat favorit kami.
Setiba di Senayan City, aku langsung menantang Spencer untuk lari mengelilingi mall ini yang rupanya lebih luas saat kami mengunjunginya terakhir kali. Kami berkeliling di lantai dasar, lalu naik ke lantai di atasnya dengan escalator, dan mengelilingi lantai tersebut, dan kami ulangi lagi hingga lantai ke lima. Pretty exhausted, but it was a lot of fun.
Setelah berlelah berkeliling, kami berlari kembali ke Toys ‘R Us. Apakah kami dilihat ataupun diledek oleh orang lain, we don’t care at all. Peduli setan mereka akan bicara apa tentang kami. Sudah lama kami tidak bermain seperti ini.
Ketika aku menginjakkan kakiku ke dalam toko mainan itu, langkahku seakan bisa berhenti. Not just my legs, but also the time. It’s like I never felt like this before. Tiba-tiba dadaku terasa sesak, darahku berhenti, badanku membeku, otakku terdiam, dan perutku sedikit mulas.
Who is she? Who is that white hat girl?

No comments:

Post a Comment